SANGATTA – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali menggelar rapat lanjutan diskusi dan dengar pendapat terkait sengketa lahan di Desa Singa Gembara, yang sebelumnya telah dibahas pada Kamis, (20/3/205) lalu. Rapat kali ini dilaksanakan pada Kamis (8/5/2025) di Ruang Arau Kantor Bupati Kutai Timur dan dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Kutai Timur, Mahyunadi.

Turut hadir mendampingi Wakil Bupati, Asisten Pemerintahan dan Kesra Poniso Suryo Renggono, Kepala Dinas Pertanahan Simon Salombe, serta Kepala Bagian Hukum Setkab Kutai Timur Januar Bayu Irawan. Rapat juga dihadiri oleh perwakilan Yayasan Sangatta Baru (YSB), Forum Perjuangan Warga Rukun (FPR), Kepala Desa Singa Gembara, serta pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Timur.

Dalam forum tersebut, Wakil Bupati Mahyunadi menanyakan langsung kepada pihak YSB mengenai perkembangan atau putusan terbaru terkait status lahan yang disengketakan. Menanggapi hal ini, Ketua Umum Pengurus YSB, Wiwin Sujati, menegaskan bahwa secara yuridis KPC dan YSB merupakan dua entitas yang berbeda, dan YSB berdiri untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, lahan yang dipermasalahkan merupakan bagian dari aset yayasan.

“Harapan kami, dilakukan pengukuran bersama. Kami mempersilakan BPN untuk melakukan pengukuran secara pasti, dengan masing-masing pihak membawa dokumen legalitasnya. Selanjutnya akan ditelaah oleh pihak yang berkompeten, dalam hal ini BPN,” jelas Wiwin.

Wakil Bupati Mahyunadi pun menegaskan bahwa penyelesaian permasalahan ini tidak cukup hanya dengan musyawarah.

“Jika memang harus diselesaikan melalui jalur hukum dan aturan, maka harus dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas Mahyunadi.

Selanjutnya ditegaskan Wakil Bupati Mahyunadi , jika dari lima poin kesepakatan tidak ditindaklanjuti, maka akan di bawah ke ranah hukum.

Ia pun turut mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan permasalahan ini secara damai dan musyawarah.

“Terima kasih atas kebersamaan dan itikad baik seluruh pihak yang hadir. Semoga apa yang kita sepakati hari ini dapat menjadi jalan tengah untuk kebaikan semua,” tegasnya.

Senada Kepala Dinas Pertanahan, Simon Salombe, menyampaikan bahwa forum ini dimaksudkan sebagai wadah mediasi.

“Untuk menemukan solusi terbaik yang dapat diterima oleh kedua belah pihak,” singkatnya.

Sementara itu, Kepala Desa Singa Gembara, Hamriani Kassa, mengusulkan agar dilakukan identifikasi awal atas lahan tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun.

Hasil dari rapat ini menghasilkan kesepakatan yang dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh kedua belah pihak, yakni Ketua Forum Perjuangan Warga Rukun (FPR) Hermanus Hilah dan Ketua Umum YSB Wiwin Sujati, serta disaksikan oleh unsur pemerintah dan tokoh masyarakat.

Adapun poin-poin kesepakatan tersebut adalah sebagai berikut yakni Yayasan Sangatta Baru memiliki lahan berdasarkan Sertifikat HGB Nomor 49 Desa Singa Gembara dan Nomor 10 Desa Teluk Lingga, serta Surat Keterangan Melepas Hak Tanah Nomor 385, 387, 388, dan 389 dengan total luas 25 Ha. Secara prinsip, YSB bersedia memberikan sebagian lahan maksimal 10 Ha kepada warga FPR, setelah melalui proses identifikasi dan mendapatkan persetujuan dari Pembina. Kedua, sisa lahan seluas 15 Ha akan tetap dikelola oleh YSB dan akan diproses ke Kantor Pertanahan dengan dukungan dari FPR, perangkat desa, RT dan dusun setempat.

Ketiga, identifikasi lahan warga (dijelaskan dalam rapat lahan akan diukur ulang) oleh Kepala Desa, Dinas Pertanahan, dan Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Timur. Selanjutnya keempat, proses identifikasi akan diselesaikan paling lambat 30 hari sejak kesepakatan ditandatangani. Berikutnya kelima, identifikasi selesai dan mendapatkan persetujuan dari Pembina Yayasan Sangatta Baru, maka kedua pihak sepakat bahwa tidak ada lagi sengketa atas lahan tersebut dan proses penyelesaian secara hukum maupun administratif dapatditingkatkan.(kopi12/kopi13/Ltr1)