SANGATTA – Anggota Komisi B DPRD Kutai Timur, David Rante, mengungkapkan kekhawatirannya terkait belum adanya laporan resmi perkembangan proyek multi years dari pemerintah daerah. Hal ini menjadi perhatian serius DPRD karena proyek-proyek yang berjalan menggunakan anggaran besar dan memerlukan transparansi serta pengawasan ketat.

Menurut David, meskipun DPRD telah melakukan pengawasan terhadap anggaran yang berjalan, pihak eksekutif hingga saat ini belum menyampaikan laporan resmi terkait progres proyek-proyek tersebut. Ia menilai, tanpa laporan yang jelas, sulit bagi DPRD untuk memastikan bahwa penggunaan anggaran sudah sesuai dengan target penyelesaian proyek.

“Kita butuh pemetaan yang lebih baik agar anggaran yang sudah dialokasikan dapat digunakan dengan optimal. Jangan sampai ada proyek yang akhirnya terbengkalai atau sulit selesai tepat waktu karena kurangnya perencanaan,” ujar David.

David mencatat bahwa pemerintah daerah mengalokasikan anggaran sebesar Rp1,3 triliun untuk proyek multi years. Namun, dari jumlah tersebut, sekitar Rp260 miliar diperkirakan belum terpakai sesuai target. Ia menyoroti perlunya evaluasi terhadap alokasi anggaran, agar dana yang tersedia dapat disesuaikan dengan progres di lapangan.

“Daripada menambah anggaran, lebih baik kita kurangi alokasi yang tidak realistis. Anggaran harus mencerminkan kondisi di lapangan, sehingga tidak ada pembayaran yang melebihi progres yang sudah dicapai,” tegasnya.

David mengingatkan bahwa jika pembayaran anggaran melampaui progres proyek, hal ini dapat memicu permasalahan di kemudian hari, terutama dalam laporan pertanggungjawaban APBD.

Selain itu, David juga menyoroti rencana pemanfaatan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) yang mencapai Rp400 miliar. Dari jumlah tersebut, lebih dari Rp200 miliar diusulkan kembali dalam perubahan anggaran tahun ini. David menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menggunakan Silpa ini, agar anggaran yang disalurkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan proyek yang ada.

“Pengawasan perlu diperketat, terutama dalam penggunaan Silpa. Kalau pembayaran lebih besar daripada progres yang ada, maka saat laporan pertanggungjawaban APBD nanti, ini bisa menjadi masalah besar,” jelasnya.

David juga menekankan bahwa penggunaan Silpa seharusnya difokuskan pada proyek-proyek yang benar-benar prioritas dan memiliki progres nyata di lapangan. Hal ini bertujuan untuk mencegah pemborosan anggaran dan memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat.

DPRD Kutai Timur, kata David, berharap agar pemerintah daerah dapat segera memberikan laporan resmi terkait proyek multi years, sehingga pengawasan dapat dilakukan lebih efektif. Ia juga meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap penggunaan anggaran, termasuk dalam hal penentuan skala prioritas proyek.

“Kita harus memastikan bahwa proyek multi years ini berjalan sesuai rencana tanpa pemborosan anggaran yang tidak perlu. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama untuk keberhasilan proyek-proyek ini,” tutup David.(Ltr2)