SANGATTA – Bupati Kutai Timur (Kutim) Ardiansyah Sulaiman, menegaskan kembali pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan produktivitas perusahaan dengan perlindungan hak-hak normatif pekerja. Penegasan ini disampaikan Bupati saat memimpin rapat pembahasan dugaan pelanggaran ketenagakerjaan antara pekerja PT Pamapersada Nusantara (PAMA) site KPC dan pihak manajemen di Ruang Arau, Kantor Bupati Kutim, Kamis (13/11/2025).
Rapat krusial ini dihadiri oleh Kepala Distransnaker Kutim Roma Malau, Ketua DPRD Kutim Jimmi, perwakilan serikat pekerja, dan manajemen perusahaan. Agenda utama berfokus pada tiga kasus pekerja PT PAMA yang mengajukan protes, salah satunya terkait penerapan sistem Operator Personal Assistance (OPA) yang digunakan untuk memantau dan menilai jam tidur pekerja sebelum bertugas.
Dalam arahannya, Bupati Ardiansyah secara tegas menugaskan Distransnaker Kutim untuk meninjau ulang seluruh prosedur penyelesaian kasus.
“Saya minta Distransnaker mengulang prosedurnya satu per satu. Tugas pemerintah adalah menjadi jembatan antara pekerja dan perusahaan, bukan hanya menengahi, tetapi memastikan prosedur berjalan sesuai regulasi,” tegasnya.
Ardiansyah juga menyoroti polemik penggunaan jam OPA. Menurutnya, kebijakan tersebut cenderung merupakan prosedur internal perusahaan yang belum tentu selaras dengan ketentuan yang disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
“Secara pribadi saya melihat OPA ini adalah prosedur sendiri dari perusahaan, sedangkan kita berpatokan pada perjanjian kerja bersama,” ujarnya.
Bupati meminta agar sistem pemantauan seperti jam OPA dievaluasi kembali karena berpotensi menimbulkan keresahan dan melanggar hak normatif pekerja.
Selain masalah OPA, Ardiansyah Sulaiman juga menegaskan komitmen pribadinya untuk menekan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Kutim.
“Sejak 2021, saya berpendapat tidak ingin melihat ada PHK di Kutim, kecuali kalau perusahaannya memang habis. Selama masih beroperasi, seharusnya persoalan bisa diselesaikan melalui komunikasi,” tandasnya.
Rapat tersebut menghasilkan kesepakatan untuk segera meninjau ulang kasus pekerja Edi Purwanto, Heri Irawan, dan I Made. Rekomendasi yang dikeluarkan adalah agar pihak perusahaan dan serikat pekerja kembali berdialog, dengan fasilitasi aktif dari Distransnaker. Langkah ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat hubungan industrial yang harmonis dan adil di Kutim.(*/Ltr1)

