SANGATTA – Wakil Bupati Kutai Timur (Kutim), Mahyunadi, menegaskan komitmennya untuk menurunkan angka keluarga berisiko stunting (KRS) di daerah tersebut. Pada 2026, Kutim menargetkan menjadi daerah dengan peringkat 2 terkecil keluarga berisiko stunting di Kalimantan Timur (Kaltim). Hal ini disampaikan Mahyunadi saat membuka Forum Grup Discussion (FGD) Rancangan Awal Draf Peraturan Bupati (Perbup) tentang Juknis Cap Jempol Stop Stunting, yang difasilitasi oleh Tim Kemandirian Daerah Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara (KDOD) Samarinda, di Balai Pertemuan Umum (BPU) Kecamatan Sangatta Utara, pada Rabu (19/3/2025).
Menurut Mahyunadi, Kabupaten Kutim memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, menjadikannya daerah kaya dengan banyak perusahaan tambang dan perkebunan. Namun, potensi tersebut belum sepenuhnya berdampak positif dalam mengurangi angka stunting. Salah satu penyebab utama tingginya angka keluarga berisiko stunting adalah ketidakmampuan ekonomi, terutama akibat rendahnya tingkat pendapatan keluarga.
“Banyak orang tua yang tidak bekerja, sehingga tidak memiliki penghasilan tetap untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Oleh karena itu, saya berharap perusahaan-perusahaan di Kutim bisa berkontribusi lebih besar dengan menyediakan lapangan pekerjaan, terutama bagi warga lokal,” jelas Mahyunadi.
Dengan adanya pekerjaan yang layak, diharapkan keluarga dapat memenuhi kebutuhan gizi yang memadai bagi anak-anak mereka, sehingga angka stunting dapat ditekan.
Mahyunadi yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Kutim, berencana untuk mengkoordinasikan dan mempercepat upaya penurunan stunting melalui kebijakan dan program terintegrasi. Hal ini melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun sektor terkait. Pada 2024, Kutim mendapat penghargaan dari Pemerintah Provinsi Kaltim sebagai daerah dengan jumlah keluarga berisiko stunting terbanyak. Ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah untuk segera mengambil tindakan.
Pada kesempatan tersebut, Mahyunadi juga menegaskan pentingnya pengumpulan data yang lebih akurat mengenai keluarga berisiko stunting. Menurutnya, sebelum Idul Fitri, tim akan mengidentifikasi indikator-indikator penyebab tingginya angka stunting di Kutim. Data tersebut akan menjadi bahan untuk menyusun kebijakan yang tepat guna, yang akan segera ditindaklanjuti setelah Lebaran.
“Penurunan stunting bukan hanya sekadar slogan atau program, tetapi harus turun langsung ke lapangan. Kita harus bekerja keras dan memastikan data yang kita miliki adalah valid, by name by address,” tegas Mahyunadi.
Selain itu, Mahyunadi mengimbau kepada seluruh Kepala Perangkat Daerah (PD) untuk turut serta dalam program ini dengan menjadi orang tua asuh bagi minimal tiga anak. Ini adalah salah satu langkah awal untuk menunjukkan komitmen dalam penanganan stunting di Kutim.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Ahmad Junaidi, juga berharap seluruh PD dan pihak terkait dapat bekerja sama dalam mendukung program penurunan angka keluarga berisiko stunting di Kutim.
“Masalah stunting bukan hanya urusan DPPKB, ini adalah urusan bersama. Mari kita bersinergi untuk mengatasi masalah ini,” ujar Junaidi.
Dengan upaya bersama, optimis bahwa Kutim dapat mencapai targetnya untuk mengurangi angka keluarga berisiko stunting pada 2026.(kopi4/Ltr1)