SANGATTA – Permasalahan rumah tak layak huni dan jarak kelahiran anak yang terlalu dekat menjadi faktor utama risiko stunting di Kecamatan Sangatta Selatan, Kutai Timur. Hal ini terungkap dalam kunjungan kerja Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kutai Timur pada Jumat (7/2/2025) kemarin. Kunjungan ini dipimpin oleh Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutim, Achmad Junaidi, yang juga menjabat sebagai Sekretaris TPPS Kutim. Tim ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Camat Sangatta Selatan Abbas, TP-PKK, BAZNAS Kutim, Dinas Kesehatan (Dinkes), serta perangkat daerah lainnya. Fokus utama kegiatan ini adalah Desa Sangatta Selatan dan Singa Geweh, yang memiliki angka risiko stunting cukup tinggi.

Achmad Junaidi mengungkapkan bahwa dari total 589 keluarga yang masuk dalam kategori berisiko stunting, sebagian sudah mengalami perbaikan kondisi. Namun, masih ada keluarga yang belum bisa keluar dari data risiko stunting akibat faktor jarak kelahiran yang terlalu dekat dan kondisi rumah yang tidak layak huni.

“Karena kedua faktor ini, kemampuan keluarga dalam memberikan lingkungan dan asupan optimal bagi anak menjadi terganggu,” ujar Junaidi.

Ia menegaskan pentingnya peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam melakukan pendampingan berkelanjutan. Menurutnya, mereka harus proaktif menjemput bola, termasuk mengajak keluarga ke posyandu secara rutin untuk memantau kondisi kesehatan ibu dan anak.

Camat Sangatta Selatan, Abbas, menambahkan bahwa dari data yang ada, masalah utama di wilayahnya bukan hanya kasus stunting pada anak, tetapi juga pola kelahiran yang terlalu dekat.

“Kalau kita lihat, anaknya bukan stunting, tapi jarak kelahiran yang perlu diatur,” ujarnya.

Sebagai langkah pencegahan, salah satu ibu di desa tersebut bahkan bersedia melakukan sterilisasi untuk mencegah kehamilan berulang. Selain itu, pendekatan dan edukasi terus dilakukan melalui Tim Pendamping Keluarga (TPK) agar keluarga memahami pentingnya perencanaan kelahiran.

Selain permasalahan jarak kelahiran, Abbas juga menyoroti kondisi rumah yang tidak layak huni sebagai faktor lain penyebab risiko stunting. Pihaknya berupaya membantu keluarga yang membutuhkan rumah layak dengan menggandeng BAZNAS dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (PERKIM).

Namun, salah satu kendala yang dihadapi adalah kepemilikan lahan. Abbas menyebutkan bahwa salah satu ibu yang membutuhkan rumah layak sudah memiliki lahan di Sangatta Utara, tepatnya di Jalan Abdullah Gang Asmawati. Untuk itu, pihaknya akan membantu proses administrasi pertanahan agar pembangunan rumah bisa segera direalisasikan.

Abbas menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dalam menangani masalah ini. Ia pun mengapresiasi program 1.000 rumah layak huni yang dicanangkan Bupati Kutai Timur, yang diharapkan terus berlanjut hingga tahun 2025 dan seterusnya.

“Dengan program sebanyak itu, tidak mungkin selesai dalam satu tahun, pasti bertahap. Tujuannya agar permasalahan kemiskinan dan stunting di Kutai Timur bisa ditekan seminimal mungkin,” katanya.

Selain kunjungan lapangan, kegiatan juga diisi dengan sosialisasi 50 program irisan unggulan Pemkab Kutim dalam penanganan stunting. Analisis data By Name By Address (BNBA) juga dilakukan untuk memastikan bantuan tepat sasaran.

Sebagai bentuk dukungan, BAZNAS Kutim turut memberikan paket makanan bergizi kepada keluarga yang berhak. Kegiatan ini berlangsung di Balai Pertemuan Umum (BPU) Kantor Camat Sangatta Selatan.

Dengan berbagai langkah ini, pemerintah Kutai Timur berharap angka stunting di daerah tersebut bisa terus menurun, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program-program berkelanjutan.(*/Ltr1)