SANGATTA — Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dihadapkan pada tantangan besar menyusul diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Inpres tersebut mengamanatkan penundaan pelaksanaan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025 yang bersumber dari dana transfer Pemerintah Pusat.
Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, segera merespons kebijakan ini dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) berdasarkan panduan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Keuangan (Menkeu). “Presiden menginstruksikan penundaan pelelangan barang dan jasa yang bersumber dari dana transfer pusat sambil menunggu arahan berikutnya,” ujar Ardiansyah kepada awak media, Kamis (23/1/2025), di Sangatta.
Namun, Ardiansyah mengakui bahwa kebijakan ini mengejutkan, terutama karena penundaan dana transfer pusat mencapai Rp2,2 triliun. Jumlah tersebut merupakan bagian penting dari total APBD Kutim 2025 yang mencapai Rp11,15 triliun. “Arahan ini menjadi perhatian serius. Kita juga memiliki tingkat kesulitan untuk menunda kegiatan, jangan sampai terlambat realisasi di lapangan,” ungkapnya.
Kendati demikian, hingga saat ini belum ada kejelasan dari Pemerintah Pusat terkait batas waktu penundaan tersebut. Ardiansyah berharap kebijakan ini dapat dicabut pada April atau Mei agar pelaksanaan program dapat kembali berjalan normal. “Semoga April atau Mei instruksi presiden tersebut bisa dicabut, sehingga pelaksanaan program berjalan normal,” ujarnya penuh harap.
Meski menghadapi tantangan berat, Ardiansyah tetap optimistis. Ia memastikan anggaran yang tersedia masih mencukupi untuk mendukung program prioritas, meski terjadi defisit sebesar Rp1-2 triliun. “Kita fokus pada anggaran yang tersedia. Istilahnya, ini seperti anggaran kurang bayar saja. Jadi, program-program masih aman,” jelasnya.
Di sisi lain, Pemerintah Pusat memberikan fleksibilitas kepada kepala daerah untuk mengatur prioritas anggaran. Bagi Ardiansyah, keleluasaan ini menjadi kunci dalam menjaga stabilitas program pembangunan di Kutim. Ia juga berharap kepala daerah terpilih nantinya dapat melanjutkan pengelolaan anggaran dengan bijak untuk menyelesaikan tantangan yang ada.
Dengan situasi ini, Pemkab Kutim harus menunjukkan kemampuan adaptasi yang tinggi agar program prioritas tetap berjalan tanpa hambatan berarti. Keputusan menunggu arahan lebih lanjut dari Pemerintah Pusat merupakan langkah strategis untuk menghindari risiko yang lebih besar.
Tantangan penundaan ini bukan hanya sekadar masalah angka, tetapi juga soal strategi dan komitmen untuk memastikan pembangunan berkelanjutan di tengah ketidakpastian. (*/kopi3/Ltr1)